Iman kepada Qadha, Tawakal dan Usaha
Salah satu rukun iman yang wajib kita yakini adalah kita percaya pada
Qadha dan Qadar baik buruk dari Allah swt.
Yang dimaksud beriman kepada Qadha Allah beriman kepada Qadha Allah adalah kita meyakini kepada apa yg menjadi
ketetapan Allah baik dan buruk berasal dari Allah dimana ketetapan itu kita
tidak bisa menolaknya. Allah menetapkan QadhaNya pada kita seperti, rezeki, ajal,
amalnya, bahagia dan susah. Kita wajib mengimaninya bahwa ia ketetapan Allah,
baik atau buruk menurut pandangan kita. Allah telah menetapkan untuk berbakti
kepada orang tua, tidak menyembah selain kepadaNya juga merupakan qadha Allah.
Allah berfirman:
وَقَضَىٰ
رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل
لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia.(TQS: Al Isra: 23)
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ
مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه
وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي
بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً
مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً
مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ،
وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ
أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ
لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا
إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ
حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ
الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan,
“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai
setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi
setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal
daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang
malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat
perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya.
Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya.
Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara
dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya
ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam
neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka
hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi telah
ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR.
Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643)
Diantara Qadha Allah yang lain adalah bahwa Allah SWT mempergilirkan
setiap umat an peradaban. Bangkit, Berjaya, melemah kemudian akhirnya runtuh.
Itulah juga yang dialami umat Islam, pasang surut, bangkit, kuat melemah lalu akhirnya
runtuh.
Allah berfirman:
وَتِلْكَ ٱلْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَآءَ ۗ وَٱللَّهُ
لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ
Dan masa (kejayaan dan
kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat
pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan
orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'.
Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,(TQS: Ali Imran: 140)
Allah SWT juga menetapkan melalui qadhaNya umat Islam akan bangkit dengan kebangkitan yg
sama dengan kebangkitan yg pertamanya yaitu khilafah ala minhajinnubuwwah
setelah mereka berada dalam beberapa fase kekuasaan sebagaimana Sabda
Rasulullah SAW:
Dari Hudzaifah r.a., ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
«تَكُونُ
النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ
أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ
يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا
فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ
يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ
تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً
عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»
“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin
Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan
mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah
yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada.
Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan
ada kekuasaan yang zhalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada.
Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan diktator yang
menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya
akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad
dalam Musnad-nya (no. 18430), Abu Dawud al-Thayalisi dalam Musnad-nya (no.
439); Al-Bazzar dalam Sunan-nya (no. 2796))
Jadi perkara kebangkitan umat Islam ini adalah menyangkut perkara
keimanan kepada Qadha Allah, karena ia adalah janji Allah yang ia janjikan
melalui ayatNya dan lisan RasulNya.
Allah
berfirman:
وَعَدَ
ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ
وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم
مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًٔا ۚ
وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang
yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia
benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan
menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan
sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji)
itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.
Kalau demikian adanya, lalu apa bedanya kita berjuang mencari rezeki,
berupaya utk mendapatkan khusnul khatimah, berbakti kepada orang tua, berupaya agar
kita terus istiqamah dalam keimanan agar hanya menyembah kepadaNya, serta berupaya mewujudkan kejayaan umat Islam?
Artinya, berjuang untuk mendapatkan rezeki, bejuang untuk
husnul khatimah, berjuang untuk mendapatkan keridhaan orang tua, berjuang untuk
kebangkitan umat hakekatnya sama, yakni berupaya untuk mendapat sesuatu yang sebenarnya
telah memaksa kita.
Disinilah perlunya pemahaman yang benar tentang kedudukan tawakkal. Mengapa
demikian? Karena yg punya qadha adalah Allah; yg menentukan kapan ketentuan itu
akan terwujud juga Allah; yang menentukan berhasil Allah, maka sikap tawakal adalah sikap yakin dan
percaya kepada Sang Pemilik urusan; pemilik ketetapan. Sikap tawakkal adalah
sikap iman dan berserah diri kepada Zat yang maha segala-galanya.
Imam Al ghazali mengatakan dalam kitab Attauhid wa at tawakkul:
اعلم أن التوكل من باب الإيمان، وجميع أبواب
الإيمان لا تنتظم إلا بعلم وحال وعمل، والتوكل كذلك ينتظم من - علم - هو الأصل و -
عمل- هو الثمرة و - حال - هو المراد باسم التوكل.
Ketahuilah
bahwa tawakkal adalah salah satu bab iman. Semua bab iman tidak akan tersusun
kecuali ilm, hal dan ‘amal. Tawakkal seperti itu juga, ia tersusun dari ilm
(keyakinan) sebagai pokoknya, amal adalah buahnya dan halnya adalah tawakkal.
Jadi tawakkal menurut beliau
letaknya setelah keimanan, karena memang demikianlah realitasnya, tawakkal
adanya setelah keimanan. Allah berfirman:
وعلى الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين
وعلى الله فليتوكل المتوكلو
إن الله يحب المتوكلين
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Barang siapa yg bertawakl niscaya ia akan mencukupkannya.(TQS: At
Thalaq: 3)
Sikap tawakkal inilah seharusnya yang menyebabkan seriusnya seorang muslim
dalam berusaha dan berikhtiar. Ia akan menjaga agar ikhtiarnya agar senatiasa
dalam rangka mentaati perintahNya.
Sikap tawakkal ini yang menjadikan seorng muslim senantiasa
mengkaitkan kaidah sebab akibat (sababiyah) dan tidak mudah pasrah dengan
keadaan. Ia tidak akann berputus asa. dan berpangku tangan. Ia tidak mau mengharapkan
kebangkitan Islam turun begitu saja dari langit laksana turunnya hujan.
Orang yang memiliki sikap tawakkal yang benar akan senatiasa mencontoh
Rasulullah. Karena Rasulullah SAW lah suri teladan. Beliau adalah manusia
terbaik, manusia yang terbaik imannya, pasti benar tawakkalnya. Beliau didampingi
penghulu para malaikat, malaikat Jibril, namun Beliau tetap melakukan usaha dan
ikhtiar. Bahkan dalam usaha dan ikhtiar Beliau selalu mencontohkan yang sangat
maksimal, sehingga kemenangan Islam yang dijanjikan dapat diraih.
Dalam dakwah Beliau memilih shahabat-shahabat tertentu untuk tugas-tugas
tertentu. Dalam perang Beliau memilih strategi terbaik, memberi arahan kepada para
komandan dan pasukan.
Perilaku Rasulullah ini kemudian dicontoh pula oleh para sahabat Radhiyallahu
anhum sehingga Islam tersebar keseluruh penjuru dunia. Kemudian dikuti pula
oleh generasi setelahnya yang mengikuti mereka dengan benar.
Namun setelah terjadi kemunduran, setelah terjadinya kekeliruan dalam
memahami tawakkal muncullah generasi pemalas, generasi yang pasrah pada takdir
dengan alasan telah bertawakkal dengan benar. Generasi yang selalu
menggantungkan nasibnya pada keajaiban.
Oleh karena itu, bangkitnya Islam yang akan datang adalah sebuah
kepastian. Berdirinya khilafah yg kedua juga adalah kepastian karena ia adalah
qadha Allah SWT. Maka yang deiperlukan
adalah sikap dan peran dalam meyongsong sebuah kepastian.
Kita tidak bertanggung jawab untuk menentukan hasil. Yang dinilai
adalah sejauh mana kesungguhan dan proses yang kita lalui untuk menyongsong wa'dullah
dan busyra Rasulillah tersebut.
Ini saja alasan kita kenapa kita mau berjuang, meskipun mungkin tidak
ada orang lain yang berjuang selain kita.
Wallahu
a'lamu bishshawab